Monday, January 3, 2011 By: shanti dwita

Lisbon day 1


Jam 10 pagi bel rumah saya di Gent berbunyi, 100% saya bisa menduga kalau yang datang adalah Johan Menhout, si pemilik rumah. Dia datang menepati janji untuk membantu saya memindahkan barang-barang ke basement. Sehari-harinya ruang bawah tanah itu terkunci, hingga suatu saat saya melihat Johan mengelas sesuatu disana. Kemudian datang  ide untuk menitipkan barang-barang saya disana selama saya pergi mengikuti satu mata kuliah di Porto, Portugal. Johankemudian menunjukkan tempat rahasia dimana saya bisa menemukan kunci untuk membuka basement, kelak saat saya kembali karena ia akan pergi berkeliling Asia selama lima minggu di awal Februari. Pekerjaan memindahkan barang pun usai sampai disini. 

Karena lupa memesan bagasi untuk penerbangan ke Porto, saya harus mengatur strategi untuk membawa 3 stel pakaian, peralatan mandi, handuk, buku dan alat tulis, laptop serta setrika ke dalam tas airwalk hitam saya yang tidak terlalu besar. Dengan kata lain, saya akan ber-backpacker ria menuju Porto.  Bakda maghrib saya menuju Gent Sint Pieters, menumpang kereta IC di platform 9 menuju Brussels Zuid. Waktu menunjukkan pukul 19.35 saat saya membaca jadwal  dan mengetahui bahwa kereta menuju Charleroi akan berangkat dari platform 21 stasiun Brussels Zuid pada 19.35. Itu tandanya saya harus berlari jika ingin sampai lebih awal di Charleroi, dan syukurlah, beberapa detik setelah saya masuk ke dalam kereta, pintu tertutup dan kereta mulai bergerak cepat. Total 3 jam harus saya lalui dari Gasmeterlaan menuju Charleroi airport, dengan menumpang tram, 2 kereta IC serta satu bus TEC. Hal inilah yang membuat saya “terpaksa” menginap di airport, sebab jadwal terbang saya bersama Ryanair dari Brussels-Charleroi  ke Porto adalah Jumat, 31 Desember jam 7 pagi. Berusaha menikmati malam dingin di airport dengan suhu -4 derajat celcius, saya memutar Bounty Hunter-nya Jennifer Aniston yang membuat saya tertawa cekikikan di kursi besi yang sama sekali tidak nyaman. 

Jam 6.30, boarding telah ditutup dan saya sudah berada di kursi boeing 737-800, bersiap untuk tidur nyaman. Sekitar 2 jam perjalanan saya lalui dan saat tiba di Aeroporto Francisco Sa Carneira, Porto, saya harus memutar mundur  arloji saya satu jam kebelakang karena satu garis bujur telah terlewati. Dari Porto, kota terbesar kedua di Portugal, saya bergerak ke selatan, menuju Lisbon. Dimulai dengan menumpang tram E dengan line mark berwarna ungu menuju stasiun Porto Campanha. Dari stasiun ini saya membeli tiket intercidade, kereta nasional Portugal yang menghubungkan Stasiun Santa Apolonia di Lisbon dan Guimares. Tarif yang saya bayar untuk kelas 2 intercidade adalah 20 euro. Kursinya cukup nyaman meski tidak terlalu empuk dan ruang untuk kaki tidak juga lebar. Saya tidak sempat menikmati pemandangan diluar karena kantuk yang datang sejenak setelah saya menutup netbook. Yang saya tahu, Portugal indah, seperti apa yang dikatakan Johan sebelum saya berangkat, “Portugal is really beautiful, you will like it!”. Berdasarkan jadwal, saya akan tiba di stasiun Oriente, stasiun terbesar di Lisbon, sekitar jam dua kurang 8 menit. Beruntung, karena saat saya bangun, dan bertanya pada wanita di sebelah saya dimana saya sekarang, ia menjawab, saya ada di Santarem, 2 stasiun sebelum Oriente. Wanita yang saya taksir umurnya 50tahun tersebut sangat ramah, meski ia tak bisa berbahasa Inggris, ia tetap berusaha memulai percakapan dengan bahasa Portugis. Sama halnya dengan saya, ia pun akan turun di Oriente.

Stasiun Oriente begitu megah, dengan cat putih dan arsitektur yang sulit saya definisikan. Di depan stasiun, pusat perbelanjaan Vasco da Gama berdiri, dengan sederet took dengan brand-brand ternama. Saya pun masuk ke Vasco, sesuai dengan janji yang saya buat dengan Mbak Dian, Erasmus Mundus student dari INA yang stay di Lisbon. Saya memesan paket 1 paha, 1 dada ayam, kentang dan juga fanta orange seharga 5,7 euro di KFC , tempat janjian yang ditetapkan. Dari Vasco da Gama, dengan metro kami menuju Quinta das Conchas, tempat dimana mbak Dian tinggal. Tempat tinggalnya adalah flat milik kampus, disebut juga dengan istilah residence, yang dijaga ketat oleh satpam sehingga sulit untuk menginap dengan free disana. Saya membayar 20 euro per malam untuk sebuah kamar double yang terletak  di lantai 6. 

Hari itu adalah 31 Desember, saat dimana semua orang akan merayakan pergantian tahun. Di kota Lisbon sendiri, perayaan tahun baru dipusatkan di Praca do Comercio yang terletak di tepian pantai. Sebelum menuju ke sana, kami berdua menyempatkan makan malam di restaurant khas Potugis  di Rua des Correeiros . Menu yang saya pesan adalah Filete Pescada, spicy white fish yang disajikan dengan semacam nasi kuning. Cukup lezat untuk ukuran hidangan termurah di rumah makan itu, 8 euro. Dari Rua des Correeiros kami bergabung dengan ribuan orang yang berbondong-bondong menuju  Praca do Comercio  melewati Rua Augusta.

0 komentar:

Post a Comment