Friday, November 5, 2010 2 komentar By: shanti dwita

happy birthday Shanti


Sebenarnya saya bukan orang yang suka merayakan ulang tahun, karena menurut saya, hari kelahiran itu sama istimewanya seperti hari-hari lainnya. Waktu SMA dan berumur 17 tahun, saya melewati 25 oktober dengan mentraktir teman-teman nonton di 21 (lupa judul film-nya). Di ulang tahun yang ke 21, pacar (hiks.. males banget menyebutnya pacar) membuatkan pesta ulang tahun kecil dengan nasi tumpeng dan mengundang teman2.. Setelah menikah, ulang tahun dilewati dengan dibangunkan jam 12 malam dan mendapat ucapan “selamat ulang tahun sayang” dalam keadaan sama-sama setengah sadar lalu tidur lagi. Sekarang di usia 27? Saya sendirian merantau di negeri orang, sama sekali tak berharap akan ada perayaan apapun.

Senin, 25 Oktober 2010 seperti biasa, saya bangun jam 3 pagi. Setelah melakukan ini dan itu yang dianggap penting, saya pun memilih online di facebook dan membalas ucapan selamat dari teman juga murid dan mahasiswa. Kebetulan hari tidak ada kuliah yang mengaruskan saya hadir di kampus. Minggu ketiga setiap modul selalu diisi dengan self directed learning dan mempersiapkan paper, presentasi juga belajar untuk final exam di hari Jumat. Mempertimbangkan 4 faktor, tidak kemana-mana, hari lahir, hari Senin dan juga kewajiban membayar hutang puasa, saya pun meniatkan diri untuk berpuasa. Lengkap sudah saya melewati hari itu dengan tidur dan membalas 200an lebih ucapan di wall saya sambil sesekali mencari-cari jurnal yang bisa saya jadikan acuan untuk menulis paper tentang environmental vegetarianism

Jam 4 sore, ketika saya masih bermalas-malasan, bel kamar juga bel rumah berbunyi. Dari kamar saya melihat ada dua teman saya yang datang dan menunggu dibukakan pintu di bawah sana. Saya pun bergegas mencari bergo (istilah yang saya dapat dari Sara, teman kuliah saya, tentang jilbab praktis untuk sehari-hari di rumah) dan segera menuju ke bawah untuk membukakan pintu. 

Ketika pintu dibuka, saya melihat Chooda (teman dari Nepal) menyembunyikan 1 kotak berwarna putih, dan saya pun segera menangkap maksud dibalik semua itu. Mungkin ini sebuah kejutan. “Come in!” kata saya menyuruh mereka masuk lengkap dengan isyarat kepala. “No, I’m waiting for haqqani” katanya. Haqqani adalah teman satu flat saya yang tinggal di lantai 1. Di lantai 2 ada Esther dan Steve dari Spanyol, dan di lantai 3 ada saya juga Lydia. “Ok, I’ll call him” kata saya sambil melangkah ke kamar Haqqani. “No, he’s out now!”kata Chooda sambil menerangkan kalau haqqani sedang membeli sesuatu di Proxy (jaringan supermarket Delheize, kalo di Indonesia seperti Superindo). Sajid yang datang bersama Chooda pun bertanya “where’s Lydia?”- “Well, she’s in Lille now”kata saya- “Yeah, but she said she’d be home at 3.30”

Tanpa banyak basa-basi lagi, saya pun mempersilahkan mereka untuk segera menuju ke dapur dan duduk di sana dengan manis. Benar dugaan saya, isi kotak itu adalah kue ulang tahun, sajid yang membelikannya untuk saya. What a nice guy! Dia juga sepertinya yang mengundang orang-orang dari kelas SEFO untuk datang ke rumah saya sore itu. Haqqani yang kemudian datang pun segera menggoreng 1 kg French fries, juga demikian halnya dengan Lydia yang membuatkan fruit tea dari Lille untuk kami semua. Sepertinya semua orang tak sabar untuk segera mencomot fries dengan saus tomat juga mencicipi hangatnya teh, termasuk saya. Dengan santainya saya mengambil fries dan makan. Setelah habis beberapa suap, saya pun mulai sadar dari mimpi “Astaga! Hari ini saya puasa” dan saya pun mendadak berhenti dan mulai senyum-senyum sendiri. “Hey, why are you smiling like that?? protes Rosina.. “Mmmm.. honestly.. I am fasting today..”- “Whaaaaatt??” mereka pun terperangah mendengar jawaban saya.



BIRTHDAY GIRL bantu-bantu bikin french fries

 Yah, berbagai pikiran berkecamuk di kepala saya. Jam 4 sore, mutus puasa, padahal dalam 2,5 jam azan maghrib akan segera berkumandang. Tapi saya juga nggak tega membiarkan surprised party yang telah mereka buat terbengkalai jika saya tak memakan kue itu. Pilihan sulit. Ya, sudahlah.. untuk menghargai mereka yang sudah datang, saya pun merelakan puasa saya hari itu terputus di jam 4 sore. Setelah difikir-fikir, itu pula sebabnya kenapa saya tak punya makanan apapun untuk mereka di hari itu. Saya puasa seharian, sama sekali nggak makan dan nggak masak.. Benar-benar bukan tuan rumah yang baik karena membiarkan para tamunya datang membawa makanan mereka masing-masing untuk merayakan ulang tahun saya.

Bithday Cake pemberian sajid
 
Saya kemudian duduk di hadapan kue ulang tahun serta lilin yang sudah dinyalakan, mereka mulai menyanyi dan mengganti lirik lagu selamat ulang tahun “happy birthday to you” dengan “how old are you now? Saya jawab “twenty seven” dengan nada fals karena benar2 ngga ada di lirik, dan kemudian rosinah menggantinya lagi dengan “you are like monkey..”- “you are like monkey”… Aaaaaaaaaaahhhhh, saya jadi seperti anak2… 

Teman-teman saya yang datang dengan membawa kamera mereka pun dengan sigap mengambil foto saya. OH..NO!.. saya tak siap untuk difoto hanya dengan berpakaian polo shirt serta training dan sandal jepit, tanpa make up, plus muka pucat karena tidur seharian.
Jadilah, Senin itu saya melewati hari ulang tahun saya bersama teman-teman. Rasa sepi berada jauh dari keluarga sedikit teralihkan dan berganti senyum ceria. Sangat senang memiliki teman-teman yang perhatian dan membuat saya merasa benar-benar ada di dunia ini. Thanks guys!

Happy bday to me!

Thursday, November 4, 2010 2 komentar By: shanti dwita

Amsterdam


Awal bulan Oktober saya sempat jalan-jalan ke Amsterdam bersama beberapa teman dari kelas bahasa Belanda. Janjian jam 7.15 pagi di depan kampus bukan hal yang sulit bagi saya karena sehari-harinya saya memang bangun subuh, tapi mungkin sulit buat yang lainnya. Teman satu rumah saya Steve yang cukup kebo, kembali tidur saat saya ketuk kamarnya jam setengah 7 untuk siap-siap. Walhasil, kami pun harus menunggu kereta berikutnya karena Steve baru tiba di Stasiun Gent Sint Pieters jam 8 lewat.  Dari Gent, kami menuju ke Antwerp dan berganti kereta disana. Perbatasan Belgia dan Belanda sebenarnya berada di Essen, sebuah distrik kecil yang didominasi grazing land untuk hewan-hewan ternak. Hampir semua teman saya punya GoPASS, jadi mereka menggunakan kartu itu untuk menuju Essen (GoPAss bisa dipakai kemanapun di seluruh penjuru Belgia, tak perduli jarak jauh ataupun dekat) dan mereka melanjutkan dengan membeli tiket dari Essen menuju Amsterdam. Jatuhnya tentu lebih murah, mereka hanya membayar sekitar 30 euro untuk weekend tiket Essen-Amsterdam pulang pergi. Sedangkan saya? Aduh, jangan ditanya. Negara kecil ini tak bersahabat pada orang berusia >26 tahun.  Segala sesuatunya berbeda, bahkan untuk rekening tabungan pun saya harus membayar sekian euro tiap bulannya karena saya >26, tidak peduli bahwa disini saya seorang pelajar perantauan yang masih disubsidi. Tiket ke Amsterdam untuk 26+ memang lebih mahal, 52 euro return (beda banyak.. Hiks).  Tiket yang saya beli adalah open ticket, jadi saya bisa berangkat dan pulang kapan saja terhitung mulai Sabtu jam 00.01 dinihari hingga Minggu malam jam 23.59, sama sekali tidak ada ikatan waktu. 

Tiba di Antwerp, karena kami berangkat terlambat, kami pun harus menunggu sekitar 40 menit untuk kereta berikutnya yang akan menuju ke Amsterdam. Jam 10 kurang 10, kereta ICE (inter city express) dijadwalkan tiba di platform 22, kami semua pun bersiap menunggu disana. Hari itu kereta penuh sesak ditambah lagi itu adalah kereta internasional hingga banyak penumpang yang membawa koper-koper besar. Saya sendiri hanya membawa satu tas ransel ukuran sedang berisi satu set pakaian ganti dan peralatan mandi, tanpa makanan sedikitpun. Saya pun mulai menyesal mengapa tidak membawa makanan ketika melihat Roland, teman saya dari Hungary, mengeluarkan 1 liter susu dan mengkonsumsinya seorang diri bersama sandwich yang ia bawa. Huaa… andai saya bawa makanan. Tapi taka apa, saya sudah sarapan dengan opor ayam meski tak puas karena terburu-buru. Oya, mayoritas orang di Eropa suka sekali dengan susu, beda dengan orang Indonesia seperti saya. Mungkin ini masalah personal, karena saya dasarnya memang hanya suka air putih.

Kereta berjalan cepat, dari Antwerp, kami pun melewati Heide, Kijkilt, Wildert dan akhirnya Essen, sang perbatasan. Saya menulis semua stasiun kecil yang dilewati meski sangat sulit karena kereta hanya menghembuskan angin di stasiun itu tanpa mau berhenti. Setelah Essen, stasiun berikutnya adalah Roosendal dan tentu ini adalah teritori milik Belanda. Kereta berhenti sekitar 5 menit di stasiun ini. Setelah Roosendal perjalanan pun berlanjut, saya tak lagi konsentrasi mencatat karena asyik mengobrol dengan teman-teman. Mereka mengomentari catatan perjalanan yang saya buat dan mulai mencoret-coret notes berlogo Uni Eropa dengan bintang 12 milik saya dan menggambarinya dengan peta Spanyol (kebetulan saya duduk bersama 3 orang Spanyol ; David, Steve dan Marta). Mereka berpromosi tentang tempat-tempat indah di Spanyol dan juga daerah asal mereka. David mempromosikan Cadiz di selatan spanyol (daerah asalnya) sebagai tempat dengan pantai terindah. Mereka juga memberi tanda di peta alakadarnya itu letak Granada, Sevilla, Santiago de Compostella, Barcelona, Madrid, san Sebastian, Toledo dan Salamanca. Semuanya ada dalam kategori ‘must visited’. Saya pun mengiyakan, sambil berharap mudah-mudahan saya bisa magang di Instituto del Frio, Madrid di trimester akhir 2011 nanti. Sebelumnya saya berfikir akan melakukan internship di USA sesuai program dari Erasmus Mundus–SEFO, tapi kok rasanya kejauhan. Spesialisasi yang ditawarkan di Tuft University Amerika adalah Food Nutrition, sesuai dengan yang dibutuhkan jurusan tempat saya bekerja. Ya, mungkin Amerika bukan jodoh saya, saya bisa melakukan riset lain tentang perikanan di Madrid. Seorang professor yang jurnalnya saya jadikan acuan untuk penelitian gelatin ikan di S1 dulu ternyata bekerja di institusi itu,  dan mungkin langkah selanjutnya yang harus saya ambil adalah PDKT ke supervisor agar saya diizinkan ke Madrid. Agak sulit karena institusi di Madrid itu bukan partner dari program EM SEFO, tapi saya tidak pesimis, itu sama sekali bukan hal yang tidak mungkin dengan probabilitas 0%.

Sekitar jam 11an kami melewati Rotterdam, saya merasa surprised karena melihat masjid dengan arsitektur indah berdiri tegak tak jauh dari stasiun Rotterdam. Melihat saya begitu excited, Steve bilang kalau di Spanyol, terutama Andalusia, banyak masjid-masjid indah macam itu. Ya, Islam pernah menemui kejayaannya disana, tapi saya tak yakin jika bangunan indah yang tersisa kini masih berfungsi sebagai masjid atau hanya sebagai tempat berfoto bagi turis-turis dari berbagai penjuru dunia. Rasanya, saya harus banyak membaca tentang sejarah Islam di Eropa, terutama Spanyol sebelum mengunjunginya, mungkin di 2011.

Jam 12.00 kami tiba di Central Station Amsterdam. Stasiunnya besar, tapi sama sekali tidak mewah. Masih lebih bagus Amsterdam Schippol yang kami lewati sebelumnya. Sebagai turis, tentu tempat pertama yang kami cari adalah tourism office, berharap untuk mendapat peta gratis disana. Tapi ternyata tidak ada yang gratis, silahkan masukkan koin 2 euro dan peta pun akan keluar dari mesin secara otomatis! Teman-teman saya tentu butuh peta untuk mencari hostel yang telah mereka pesan beberapa hari sebelumnya lewat internet, mereka akan menginap semalam disana. Sebelumnya saya berniat untuk ikut menginap disana dan membayar 25 euro per malam, tapi setelah, berfikir ini dan itu, saya pun memilih tinggal semalam di rumah Henin, mahasiswa double degree dari UI yang saya kenal saat akan ujian IELTS di Jakarta. Kebetulan, di tahunnya yang ketiga dan keempat dia berada di Amsterdam. Setelah mengontaknya lewat FB, saya pun dapat alamat juga nomor telefon serta manual singkat “how to get there”. Setelah makan siang bersama di Burger King dengan menu seharga 3 euro kurang 5 sen, saya pun memisahkan diri dari rombongan dan menuju Apartment Henin di Zuiderzeeweg. Oya, ada hal lucu saat memesan burger ini, karena tak tahu nama paket murah yang kami lihat di luar burger king, kami hanya bilang "2,95 menu please!" dan sang pelayan pun memberi setangkup burger sapi ukuran kecil-sedang, segelas coke dan seporsi kecil fries. No sauce, pay extra if you want. Disini semua serba dihitung, makan kebab pakai saus harganya tentu beda dengan nggak pakai saus. Sebenarnya, apalah harga sesendok saus tomat hingga pelanggan musti membayar extra 50 sen sampai satu euro untuk tiap saus yang mereka pesan. Padahal, harga 560g saus tomat di ALDI (jaringan supermarket murah di Belgia) cuma 60 sen!


Saat berjalan kaki dari Burger King menuju ke Central station saya menemukan banyak sekali sex shop. Mungkin GPS alami saya yang menuntun saya melewati jalan itu. Amsterdam memang terkenal dengan marijuana cake dan juga Red Light district-nya dimana banyak wanita dengan pakaian minim dan gaya erotis dipajang disana. Teman-teman saya berencana mengunjungi red light saat malam menjelang, dan itu berarti saya tidak bisa ikut serta, karena apartemen Henin jauh dari pusat kota. Berdasarkan informasi, red light terletak tidak jauh dari central station, sekitar 10 menit berjalan kaki. Dan mungkin, tempat saya berjalan dan menemukan banyak sekali sex shop yang memajang benda-benda vulgar dan manekin dengan lingerie set, adalah bagian dari red light district. Karena saya berjalan di siang hari, tak ada rona merah disana juga wanita-wanita sexy yang ada di etalase kaca. Saya pun cukup mendengar cerita dari teman-teman saya sepulang dari Amsterdam, bahwa di malam hari saat saya tak ada, mereka mampir ke bar dan makan beberapa potong marijuana cake dan melihat-lihat redlight district. Sayang sekali, mengambil gambar para gadis adalah hal yang dilarang sehingga saya tak bisa melihat gambaran malam di redlight melalui foto-foto mereka. Tapi mayoritas teman saya yang laki-laki berkata, hanya sebagian kecil dari gadis etalase itu yang benar-benar hot dan cantik, lainnya biasa saja, dan yang pasti tidak semuanya bule dengan blond hair, ada yang dari Asia, Amerika, India dan Afrika dengan tariff yang beragam, mulai dari 50 euro.

sex shop
Menaiki tram 26 dari central station, saya menuju Zuiderzeeweg dengan ongkos single trip 2,6 euro (mahal..). Di Brussels, single trip untuk tram/metro adalah 1,7e sedangkan di Gent hanya 0,8e. Jika di Flanders (gent), armada yang menaungi adalah De Lijn (The Line), maka di Amsterdam, armadanya adalah GVB. Lain de lijn, lain GVB. GVB lebih ketat dalam mengawasi penumpangnya, sama sekali tidak ada kemungkinan untuk naik tram secara gratis karena di setiap pintu ada scanner tiket plus penjaganya. Hanya dua pintu yang terbuka, pintu di dekat sang supir dan juga pintu belakang yang dijaga sang penjual tiket. Di Gent, semua pintu tram terbuka saat tram berhenti, penumpang pun bebas masuk dan tak ada paksaan untuk memasukkan tiket (de lijn card) ke dalam mesin. Ini sebabnya sebagian teman-teman saya cuek saja naik tram walau tak ada tiket, saya pun begitu jika hanya menempuh jarak pendek (ngirit dan melanggar hukum).
GVB tram di depan Central Station

Setelah melewati terowongan bawah air (saya tidak yakin apakah itu laut) yang disebut Piet Hein Tunnel, saya pun sampai di Zuiderzeeweg. Tidak sulit mencari apartemen Henin karena dia telah menunggu di dekat tram station. Menginap semalam di kamar Henin membuat saya mendapat banyak inspirasi untuk menjelajah Amsterdam di hari kedua karena Henin membebaskan saya untuk memakai laptopnya. Saya pun mencari tempat-tempat wisata indah di Amsterdam yang akan saya kunjungi esok hari berdasarkan booklet “visitors guide Amsterdam 2010” milik Henin. dan memastikan rute yang harus saya ambil lewat Google map. Di halaman akhir booklet terdapat info mengenai  Amsterdam region seperti Volendam and Marken (historic fishing village), Alkamaar (cheese market and wooden house), Edam (daerah asal keju edam yang berbentuk bundar), Haarlem (tempat rumah-rumah tradisional Belanda) dan juga De Zaanstreek (The Zaan Area, tempat kincir angin dan sungai Zaan). Saya pun memutuskan untuk menuju Zaandam, yang termasuk ke dalam De Zaanstreek setelah tergiur dengan gambar sungai biru gelap dan kincir angin yang ada di booklet, typically Dutch!

Paginya, saya pun membulatkan tekad untuk berpetualang sendirian mencari Zaandam juga Zaanse Schans tempat dimana puluhan kincir angin itu berdiri indah. Tak ingin merepotkan, saya pun tak memaksa Henin untuk menemani, toh saya juga sudah biasa nge-bolang, jadi sama sekali tidak ragu apalagi takut. Atas saran henin, saya pun membeli tiket GVB untuk 24 jam, dengan 7,5 euro saya bisa memakai tram kemana saja di dalam kota Amsterdam. Yah, mungkin akan berguna nantinya untuk keliling Amsterdam sepulang dari Zaandam, karena menurut mbah Google, di dalam kota Amsterdam sendiri ternyata ada kincir angin yang bisa dikunjungi, seperti De Gooyer yang bisa dicapai dengan tram 7 atau De Bloem di Haarlemmerweg dengan menumpang tram nomor 10.

Sampai di central station, saya pun membeli tiket kereta api menuju Zaandam dengan cara yang sangat amatir. Saya tunjukkan tulisan “Zaandam” yang ada di buku dan iapun memberi saya return ticket dengan harga 5 euro dan mengatakan bahwa kereta akan datang dalam 10 menit. Saya pun segera menuju ke platform yang dimaksud. Suasana pagi itu tidak terlalu dingin,, mungkin  sekitar 10 derajat, dan juga masih sepi karena jarum jam belum genap di angka 9. Kereta datang dari arah Alkamar, Noord Holland (North Holland) dan berjalan kembali menuju kesana. Alkamar juga merupakan desa wisata yang akan saya kunjungi jika saya punya kesempatan lagi, karena  seperti yang saya katakan tadi, disana ada traditional cheese market yang menjual gouda cheese khas Belanda yang bulat, besar dan berwarna kuning/orange cerah. Sayang, Alkamar cheese market hanya digelar dari bulan April-September, karena itu saya pun berniat untuk datang lagi dan lagi dan lagi ke Amsterdam sekaligus untuk melihat tulip-tulip yang bermekaran di Keukenhouf saat spring tiba. 


Satu stasiun sebelum Alkamar adalah Koog Zaandijk dan stasiun itulah yang menjadi tujuan perjalanan saya pagi itu (bukan Zaandam seperti apa yang saya katakan pada penjual tiket). Saya merubah tujuan setelah tau bahwa turun di Koog Zaandijk akan membawa saya lebih dekat pada si kincir angin. Benar saja, saat turun di Koog Zaandijk dan keluar dari stasiun, saya langsung menemukan plang yang menunjukkan arah-arah yang harus saya ambil jika ingin menuju ke kincir angin. Sebenarnya ada banyak jalan yang bisa saya pilih untuk menjelajahi the village of zaandijk ini, tentunya, saya mengambil jalan yang ada banyak gambar kincir anginnya.

Zaandijk Map

 Sepuluh menit jalan kaki mempertemukan saya dengan kincir angin yang pertama. Saya begitu excited, ini dia aura Belanda, “hei, saya di Belanda!” mungkin itu yang saya katakan dalam hati. Ternyata kincir angin hijau itu belumlah apa-apa, ketika saya berjalan kaki 50 meter lagi mendekati sungai/ River Zaan, saya pun dibuat lebih terkesima. Mungkin saya berada di lain dunia karena tempat itu begitu indah. Sederetan kincir angin dan rumah-rumah kayu khas Belanda dengan atap yang mengkrucut dengan detail ukiran seolah pas sekali bersanding di sepanjang aliran sungai zaan. Mungkin berkata-kata tidak cukup untuk menggambarkan tempat itu, picture says thousand words, better check the pictures below!

Zaanse Schans
 
Di Zaanse Schans juga ada peternakan kambing, mungkin susu kambing ini yang dipakai untuk membuat keju. Saya pun masuk ke Catharina Hoeve, sebuah cheese shop yang didalamnya juga terdapat alat-alat serta gambaran proses yang dilakukan untuk   membuat sebuah gouda cheese bulat yang lezat. Ya, berhubung jalan-jalan seorang diri, tentu hari itu saya banyak merepotkan orang untuk mengambil foto saya. seperti halnya yang saya lakukan di Catharina Hoeve, mengobrol sejenak dengan turus asal Korea, dan ujung-ujungnya "can you help me taking my picture with this cheese?"
Mungkin karena saya orang asing dan sendirian, banyak orang yang membantu saya memuaskan hasrat narsis di depan kamera. :P

kambing/domba di zaanse schans

Gouda Cheese 14 euro per piece
shanti the explorer
Jam 10.15 saya sudah kembali berada di stasiun Koog Zaandijk, berencana untuk bergabung kembali dengan team dan bertemu mereka jam 10.30 di Central Station. SMS dari  Ramon bahwa mereka mungkin baru akan tiba di Central Station jam 11.30 membuat saya mencari rencana untuk mengisi waktu. Setelah melirik kembali buku panduan Amsterdan milik Henin (yang ikut kebawa sama pulpen-pulpennya), saya pun tertarik untuk membeli tiket Holland International Canal Cruises dengan tiket seharga 13 euro untuk mengelilingi kanal-kanal di Amsterdam selama kurang lebih 1 jam. Paket yang saya pilih adalah 100 highlight cruise. Karena mayoritas orang yang memilih tour ini adalah pasangan/grup, mereka memilih kapal selanjutnya agar bisa lebih leluasa. Saya pun disarankan untuk segera naik ke kapal yang ada di darmaga karena sebentar lagi kapal itu akan berangkat. Aha.. semua kursi di dekat jendela penuh.. Tidaaakk.. saya mau turun dan mengambil kapal berikutnya, namun telat karena yang nakhoda yang berambut putih dan berjanggut dengan seragam biru telah bersiap dan mengambil ancang-ancang untuk segera berangkat. 

Canal Cruises
Perjalanan Canal Cruises ini dimulai dengan berhenti sejenak di NEMO. Sebuah bangunan berwujud kapal besar berwarna hijau tua yang konon, menurut suara electonic voice guide di kapal,  sengaja dibuat untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran. Terbayang berapa banyak pekerja yang direkrut untuk menyelesaikan kapal  raksasa ini. Saat ini NEMO merupakan pusat  belajar sains yang menyenangkan di Belanda. Mungkin suatu saat saya juga harus mengunjungi si hijau ini, melihat sendiri bagaimana sains menjadi obek wisata yang menarik tanpa harus dibuat bosan dan pening.


NEMO-Amsterdam


Dari NEMO, kapal berbelok memasuki kota Amsterdam, melalui beberapa kanal. Dari suara electronic guide yang diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa berbeda, seperti Inggris, Belanda, Italia/Spanyol dan Jerman/Perancis (kalau saya tidak salah dengar), saya pun menuliskan nama-nama kanal yang dilalui, mulai dari Amsteel River, Princess Canal, Emperor Canal dengan lebar 28m dan merupakan kanal terlebar, hingga gentleman canal yang sudah ada sejak abad ke 17. Kanal-kanal di Amsterdam sangat bersih, tidak jauh beda dengan kanal di Brugge atau di Gent, namun belum bisa saya bandingkan dengan kanal di Genoa ataupun Venesia, karena saya memang belum pernah kesana. Di beberapa kanal yang cukup lebar, berbaris rumah-rumah kapal yang lagi-lagi menurut si virtual guide, mencapai 2500 buah! Jumlah yang sangat banyak dan mungkin ini salah satu akibat dari sempitnya tanah di Belanda. Perjalanan mengelilingi kanal di Amsterdam meski tidak terlalu menyenangkan karena hanya melihat air dan bangunan, cukup membuat wawasan saya tentang Amsterdam sedikit bertambah, dan tentunya juga, saya mendapat banyak gambar-gambar indah seperti yang ada di bawah ini.


isn't it gorgeous?
canal Amsterdam, very romantic!



boat houses yang jumlahnya mencapai 2500 buah
Amsterdam


Selesai mengikuti boat trip dengan Holland International Canal Cruise, saya pun berfikir untuk memanfaatan tiket tram 24 jam yang sudah saya beli pagi tadi. Lumayan daripada jalan kaki. Niat pertama saya saat bertandang ke Amsterdam adalah mengunjungi museum Madame Tussauds dan saya menulisnya sebagai must visited place in Amsterdam. Jika tertarik, ada puluhan museum yang ditawarkan di kota kanal ini, seperti Sex Museum Amsterdam Venustempel, Tulip Museum, Amsterdam Historisch Museum, Anne Frank House dan masih banyak lagi. Madame tussauds menjadi pilihan saya. Ingat sekali waktu pertama kali membaca artikel tentang Madame Tussauds London di majalah intisari milik orangtua saya waktu SMP dulu. Penulisnya menggambarkan Madame Tussauds dengan sangat detil sehingga saya selalu terkenang hingga sekarang. Di Eropa, Madame Tussauds bisa ditemukan di London, Amsterdam, Berlin dan juga Wina. Koleksi di setiap negara  mungkin sekali tidak sama, mungkin koleksi patung lilin di London, Los Angeles atau Hollywood lebih lengkap daripada yang ada di Eropa daratan. London adalah tempat pertama kalinya Madame Tussauds didirikan di tahun 1884, dan di tempat inilah patung-patung lilin buatan Marie Tussaud dipajang. 


Marie Tussaud


Setelah mengantri cukup panjang, karena hari itu adalah hari minggu, saya pun membeli walk out ticket seharga 21 euro. Saya disambut dengan patung Barrack Obama yang tersenyum dengan backgroud gedung putih. Seorang petugas Madame Tussauds menawarkan untuk berfoto bersama Obama, saya sih senang-senang saja, dan segera mengambil pose di sisi kiri Mr. President. Tampaknya patung Obama itu termasuk koleksi baru di Amsterdam karena pengunjung tidak diperkenankan mengambil gambar Obama dengan kamera mereka sendiri. Selepas berfoto dengan Obama, saya pun menuju lift yang akan membawa saya ke lantai atas. Sebelum masuk ke zona 12 (kalau memori saya tidak corrupt), pengunjung diingatkan untuk tidak menggunakan kameranya. Benar saja, ada maksud tersembunyi dibalik larangan itu ketika saya dengan cueknya memimpin rombongan memasuki lorong gelap. Di belakang saya menguntit sekitar 7-8 orang dan kami bersama-sama melalui lorong sempit, miring, berkelok, gelap tanpa cahaya sedikitpun. Teror pun dimulai ketika dalam suasana gelap, wajah-wajah seram muncul dan menakut-nakuti kami, walhasil kami semua berteriak ketakutan. Gadis di belakang saya sampai menarik-narik tas saya saking shock-nya. Ya, kira-kira yang ada di dalam sana seperti rumah hantu di Dufan (nggak yakin apa wahana itu masih ada), tapi di Madame Tussauds ini hantunya bukan patung, melainkan orang beneran yang muncul mendadak dan membuat jantungan.


Foto seharga 10 Euro


Lepas dari teror, sampai juga akhirnya saya di lantai atas, pusat dari Madame Tussauds, tempat tiruan  orang-orang terkenal dari seluruh penjuru dunia dipajang. Patung lilinnya dibuat sangat mirip, sungguh sebuah pekerjaan yang memerlukan detil ketelitian tingkat tinggi. Mungkin para pembuatnya mengukur tiap milimeter garis senyum yang dibuat oleh para pesohor ini, panjang alis, panjang rambut, diameter tubuh.. semuanya! Koleksi di Amsterdam ini tampaknya kurang update, karena saya tidak bisa menemukan pujaan hati saya sang "Wolverine" Hugh Jackman juga Edward Cullen si drakula. Sebagian koleksi yang bisa saya sebutkan diantaranya Stalin, Clinton, Bush, Gandhi, Nelson Mandela, Pangeran Charles, lady Di, MJ, Oprah, dan banyak lagi aktor/aktris Hollywood juga selebritas dari dunia olahraga seperti Beckham, Ronaldinho dan Neil Amstrong. Agak repot memang jika naluri ingin foto-foto meninggi namun tak punya partner, tapi saya sungguh beruntung karena banyak orang yang mau membantu saya mengambil gambar, bahkan ada yang menawarkan dirinya untuk mengambil foto saya bersama spiderman di dinding museum. Really lucky that day! Namun.. keberuntungan saya di Madame Tussauds nampaknya hanya sebatas itu, karena saat menuju pintu keluar, seseorang menunjukkan hasil cetakan foto saya bersama Obama dan berkata kalau saya bisa mendapat foto itu dengan membayar 10 euro..."Aaaaahhh.. kirain gratis!" saya sempat mikir-mikir dulu beberapa saat, karena 10 euro bisa dipakai untuk belanja 1 kilo daging sapi di Gent plus 500g buncis,  juga 1 kilo kentang.. haha.."Well. Ok, I'll take that photo" kata saya pada  si gadis.


Tak perlu berlama-lama di Madame Tussaud, saya kemudian memilih untuk memanfaatkan kartu GVB saya dan berkeliling amsterdam dengan tram, meski tak tahu persis tempat mana yang akan saya kunjungi. Berada di tram dan melihat-lihat kota Amsterdam , turun sejenak untuk menyusuri flower market yang menjual beraneka macam bunga dan juga tulip bulb menjadi penutup perjalanan solo saya di hari itu. 


 
Flower market
Tulip yang masih kuncup