Monday, December 27, 2010 By: shanti dwita

Paris day 1

Berada di jantung Eropa Barat  membuat angan-angan saya mengelilingi sejumlah negara kenamaan seperti Jerman, Inggris dan Perancis menjadi semakin mudah untuk diwujudkan.  Waktu tempuh dengan pesawat dari Brussels ke negara-negara tetangga rata-rata hanya 1 jam. Berbagai maskapai penerbangan  menawarkan ratusan rute yang menghubungkan seluruh kota di Eropa dengan harga yang sangat kompetitif dan tak jarang lebih murah dibanding bus maupun kereta api. Namun kali ini, dengan alasan kepraktisan, saya tidak memilih pesawat untuk sowan ke Paris, ibukota Perancis yang berada tepat di sebelah barat Belgia. Ada dua cara mudah untuk menuju Paris dari Gent (kota tempat saya tinggal), yaitu dengan bus ataupun juga kereta api. Untuk kereta api, opsi yang bisa diambil ada dua, dengan kereta eksekutif Thalys yang akan membawa penumpang langsung ke Paris tanpa transit, atau dengan menumpang kereta IC dari Gent ke Lille dan melanjutkan perjalanan dengan TGV dari Lille menuju Paris. Harga yang harus dibayar untuk layanan kedua kereta api itu kira-kira 80 euro one way (untuk opsi TGV, bisa lebih murah). Atas dasar pertimbangan harga dan waktu tempuh yang tidak terlalu berbeda jauh, saya pun memilih pergi ke Paris dengan Eurolines, bus service yang melayani trip hampir ke seluruh negara di Eropa. Satu bulan sebelum keberangkatan, saya mengunjungi kantor Euroline di Koningin Elizabethlaan, tak jauh dari stasiun Gent St. Pieters. Saya memesan dua tiket, satu tiket one way untuk teman saya Rush yang akan datang dari Norway, serta satu tiket return untuk saya. Satu tiket one way saya beli seharga 29 euro, sedangkan untuk tiket return, saya membayar 31 euro. Cuma beda tipis! Seringnya membeli return ticket memang lebih menguntungkan dari segi harga, namun kurang flexible untuk multiple trip, contohnya jika setelah dari Paris akan lanjut ke Milan, lalu dari Milan, baru pulang ke Brussels. Untuk kasus seperti itu, teman saya Marija bilang, Eurolines juga menyediakan Eurolines Pass yang bisa dipakai traveling ke seluruh Eropa dalam jangka waktu 15-30 hari. Untuk youth (under 26), harga 15 days pass sekitar 100 sekian euro, saya lupa persisnya.

Akhirnya saat long weekend, minggu pertama di bulan November, saya dan Rush bersiap berangkat untuk  mengunjungi kota yang tersohor dengan Eiffel Tower tersebut. Berbekal print-out email dari Dedy, yang kurang lebih berisi arah-arahan metro, RER juga bus plus jenis tiket yang harus kami beli untuk menuju ke studionya, kami melenggang menembus dinginnya pagi di musim gugur. Ini pertama kalinya saya naik Eurolines.  Menurut petugas ticketing yang saya temui sebelumnya, saya harus berada di Gent Dampoort, setengah jam sebelum jadwal keberangkatan, which means jam 9 pagi . Saat itu bus dalam kondisi penuh, tidak ada seat number jadi penumpang bebas memilih untuk duduk di mana saja. Saya kebagian kursi paling belakang, di sisi saya seorang perempuan Afro setengah baya yang sibuk dengan laptopnya. Bus melaju  melewati tol E17 menuju Kortrijk-Lille dan berganti ke A1 arah Paris. Dari tulisan "SANEF" yang saya baca di setiiap gerbang tol, saya pun menduga kalau nama itu mengacu pada grup pengelola highway di Perancis, seperi halnya Jasamarga di Indonesia. Pukul 11.50 nuansa Paris metropolitan mulai  terasa saat bus melaju di bawah terowongan Charles de Gaulle Airport, dengan sejumlah burung besi yang terbang sangat landai. Dari airport inilah di bulan Juni nanti saya akan pulang ke Indonesia (can't wait for that!). Pemberhentian terakhir Eurolines di Paris adalah Gallieni, salah satu metro station yang namanya diambil dari nama  jenderal  yang berandil besar dalam The Battle of Marne, di perang dunia I, Joseph Gallieni. Disana saya membeli 3 tiket, 2 mobilis zona 1-3 serta 1 mobilis zona 1-4 yang akan saya pakai untuk berkeliling Paris selama 3 hari. Tiket Mobilis ini merupakan tiket harian untuk penumpang berusia 26+ dan saya membelinya seharga 8,2 euro (untuk zona 1-3), sedangkan untuk zona 1-4 uang yang harus saya rogoh adalah 10,5 euro. Pusat kota Paris sendiri sebenarnya berada di zona 1 dan 2, tempat dimana hampir semua objek yang lekat image-nya dengan kota Paris , seperti Eiffel Tower, Musee de Louvre, dan Champs Elysees berada. Jadi jika hanya punya 1-2 hari di Paris, rasanya membeli tiket untuk zona 1-2 sudah cukup. Tapi berhubung saya  dan Rush akan menginap di tempat Dedy di Cachan, mau tak mau kami harus membeli tiket zona 3 itu. Oya, Dedy ini mahasiswa dari Indonesia, lulusan ITS. Sama halnya dengan saya dan Rush, dia juga awardee  Erasmus Mundus 2010. Hingga Januari 2011 dia akan stay di Paris, mengambil Nano dan Biophotonics di École Normale Supérieure de Cachan. Sedangkan Rush, lulusan Sastra Inggris UNJ yang stay di  Oslo untuk belajar Early Childhood Education. Yah, hitung-hitung reuni EM awardee di tanah Eropa!

Dari Gallieni, sesui instruksi Dedy dalam suratnya, kami naik metro 3 menuju Republique dan melanjutkan dengan metro 5 menuju Bastille, berharap akan menemukan penjara Bastille yang kuat imagenya dengan revolusi Perancis di 1790-an. Yang kami temui disana bukan lagi kastil tua, karena memang penjara tersohor yang mulanya adalah gerbang (Bastion de Saint-Antoine) dan dialihfungsi menjadi benteng sekaligus penjara oleh Louis XIII itu telah dihacurkan. Puing-puing Bastille yang pernah berdidi kokoh, kini termanifestasi dalam interior Bastille metro station dengan dinding dan lorong khas kastil tua di abad 13. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami berdua makan siang di Mc. Donalds, dengan menu : Spaghetti tuna buatan saya. Ya, sebelum berangkat saya memang menyempatkan untuk memasak bekal untuk kami berdua, just in case kami kelaparan di tengah jalan.

Setelah perut terisi, acara sightseeing Paris berlanjut dipandu oleh guide yang cukup punya nama, yaitu "Lonely Planet edisi Paris"! Dari Bastille, saya dan Rush menuju kawasan Hotel de Ville dengan dinaungi awan mendung dan ditetesi gerimis,  tepat seperti apa yang saya baca di Paris weather forecast beberapa hari sebelumnya. Hotel de Ville ini bukan hotel yang sebenarnya, karena dalam bahasa Inggris, frase ini lazim ditranslasikan sebagai "City Hall" atau kantor pusat administrasi.  Dari sana kami pun menyeberangi sungai Seine, sungai terpanjang kedua di Perancis setelah The Loire yang bermuara di Teluk Biscay. Biarpun bukan sungai terpanjang, namun nama Seine terdengar begitu populer, lekat dengan image Eiffel, Louvre, Notredame dan suasana romantis.  Bicara tentang Seine, tentu juga akan bersentuhan dengan istilah right banks (Rive Droite) dan juga left banks (Rive Gauche). Right banks merujuk pada daerah di utara Seine, sedangkan left banks digunakan untuk mendefinisikan area di sebelah selatannya. The banks of the Seine ini terdaftar dalam list UNESCO " World Heritage Sites" karena keindahannya. Setelah berbelanja di beberapa souvenir shops di tepian Rive Droite,  langkah kaki pun seperti sudah bermagnet untuk menuju Notredame.

 

0 komentar:

Post a Comment