Monday, December 27, 2010 By: shanti dwita

Luxembourg


Oktober  2010. Perjalanan saya ke Luxembourg dimulai sebelum subuh dengan 3 rute, yaitu Gent-Brussels, Brussels-Arlon  (keduanya menggunakan kereta IC) dan Arlon-Luxembourg dengan TEC (bus). Itu berarti, saya harus siap-siap PD untuk menjalankan sholat subuh di kereta dengan dilihat banyak orang. Awalnya takut dan sungkan, tapi akhirnya saya pakai juga mukena itu dan mulai sholat searah dengan arah kereta melaju. Dan benar saja, selesai sholat, penumpang di kursi sebelah yang sedang membaca koran, melirik kearah saya yang sedang melipat mukena. Yah, forget it!

Saat matahari mulai terbit, saya bisa melihat nuansa “hilly” di bagian selatan Belgia dari jendela kereta., berbeda sekali  dengan kawasan Vlanderen di utara yang flat. Stasiun Arlon yang kami tuju saat itu sebenarnya juga masih bagian dari Belgia dan tepat berbatasan dengan Luxembourg. Butuh sekitar 40 menit untuk mencapai pusat kota Luxembourg dengan tariff 3 euro.  Bus TEC 80/1 berhenti di kawasan Royal sekitar pukul 10 pagi, dan seperti biasa disetiap perjalanan, tempat pertama yang dituju adalah tourism office demi mendapat map gratis. Tapi sayang, bagunan bertuliskan Tourism Office atau “office de tourisme” dalam bahasa Perancis itu tidak juga berhasil kami temukan. Sebagai solusinya, saya pun membeli buku panduan wisata Luxembourg yang dilengkapi peta di sekitar townsquare (Place d’Armes). Ngomong-ngomong soal bahasa, hampir sama dengan Belgia, warga Luxembourg pun punya 3 bahasa, yaitu Jerman, Perancis dan juga Luxembourgish. Mungkin demikianlah nasib negara ber-teritori kecil yang diapit negara besar dengan pengaruh linguistic yang kuat.

0 komentar:

Post a Comment