Sunday, September 12, 2010 By: shanti dwita

Pak Eddy dan bu Frieda

Selasa lalu saat sedang berjalan sambil membaca peta mencari Friday Market (Vrijdag Markt) di Ghent, seorang lelaki paruh baya memanggil saya dan bertanya "dari Indonesia ya?". Saya pun berhenti dan mencari sumber suara. Wajahnya lebih mirip orang dari Asia Timur, dengan mata sipit, berkacamata, berpakaian rapi dan menggunakan tas ransel.  "iya, Bapak juga dari Indonesia?"tanya saya. "Saya pernah di Indonesia, di situbondo." Bahasa Indonesia bapak yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai "Eddy Murphy" ini tidak terlalu lancar. Ia bukan orang Indonesia, tapi merasa dekat karena memiliki darah Indonesia dari nenek buyutnya. Ayah Pak Eddy seorang Dutch, ibunya Thailand, kakeknya berdarah Indonesia-Belanda-Mandarin. Puluhan tahun lalu pak Eddy pernah tinggal di Jakarta dan bekerja di Garuda Indonesia sebelum akhirnya melanglang ke Jawa Timur. Kewarganegaraannya saat ini adalah Belanda, namum berdomisili di Aalter, 20 km dari Ghent ke arah barat laut.Sebelum berpisah, ia pun meminta nomor telefon saya dan berjanji akan menelfon saya secepatnya. Oya, tentu, dia pun dengan baik hati menunjukkan dimana letak toko makanan Asia "san wah" yang sedang saya cari.

Satu jam setelah berpisah, pak Eddy menelfon saya dan menawarkan untuk berjalan-jalan ke Brugge. Tentu ia menawarkan karena di pertemuan satu jam sebelumnya saya berkata bahwa saya mahasiswa baru dan belum kemana-mana. Saya dapat informasi dari website bahwa tujuan wisata utama di Belgia ini adalah Brussels dan Brugge, saya sudah beberapa kali ke Brussels namun belum sekalipun ke Brugge. itu sebabnya mengapa Pak Eddy menelfon dan menawarkan untuk pergi bersama istrinya ke Brugge di akhir pekan. "You'll be very happy to see my Lady Di". Ia menyebut istrinya ibu Frieda, my lady Di. Well..

Sabtu siang jam 12, Pak Eddy berada di depan rumah saya untuk menjemput. Saya pun segera turun dan mendapati seorang wanita cantik mirip Lady Diana duduk di dalam mobil. Ya, saya pun tahu mengapa pak Eddy menyebut bu Frieda sebagai 'my lady Di". Ia cantik dan sangat ramah. Ibu Frieda ini seorang Dutch, warna matanya biru keabuan dengan rambut pirang, tubuh tinggi dan potongan rambut  seperti Lady Diana. Pernikahan dengan pak Eddy tidak memberinya anak, namun pak Eddy memiliki beberapa dari pernikahan sebelumnya. Orangtua bu Frieda adalah seorang biologist dan adiknya adalah seorang professor. Pak Eddy menyebut ibu mertuanya sebagai 'walking library' karena kegemarannya membaca buku dan pengetahuannya yang luas akan banyak hal. Bu Frieda sendiri berbakat dalam hal bahasa, ia menguasai Inggris, Perancis, Belanda, Jerman dan sedikit sekali Indonesia. Saat saya puji tentang kemampuan bahasanya, dengan rendah hati beliau berkata " Eddy (pak eddy) bisa lebih banyak lagi (bahasa asing). Bu Fri (that's the way pak eddy treats her) tidak tinggal di Ghent, tapi tau nama-nama jalan yang ada  di ibu kota Flanders Timur ini. Setelah saya tanya, ternyata di waktu muda, ia pernah melakukan kegiatan keagamaan (semacam pelayanan mungkin ) yang membuatnya menyusuri setiap jalanan di Ghent dan mengingat dengan baik semua nama jalan itu hingga sekarang.
Perjalanan ke Brugge memakan waktu 30-40 menit lewat jalan tol, dan 20 menit jika menggunakan kereta api. Pak Eddy tidak langsung melewati tol (highway) karena ia akan mampir sejenak di rumahnya di Aalter untuk berganti pakaian dan menurunkan barang-barang yang ada di bagasi mobilnya. Ia tadi mengenakan  kaos putih dengan gambar kepulauan Indonesia, dengan senang ia menunjukkan bagian punggung kaosnya pada saya sebelum saya naik ke dalam mobil.  Perjalanan ke Aalter ini ditemani oleh pemandangan peternakan sapi dan ladang jagung di luar jendela mobil. Bu Frieda bilang, jagung yang ditanam disini bukanlah jagung untuk konsumsi manusia, tapi untuk ternak. Bicara tentang jagung, pak eddy dan bu frieda mengingat tentang kebiasaan orang Indonesia makan jagung rebus atau jagung bakar. Hal yang rasanya sama sekali tidak ada di sini, karena kebanyakan orang di Belgia mengkonsumsi jagung pipilan dalam kaleng. Oya, saat saya bilang jagung juga biasa dibuat bakwan jagung, mereka sangat antusias, seolah bernostalgia dengan Indonesia. Dalam hati saya pun berjanji untuk membawakan mereka bakwan jagung andai saya punya kesempatan untuk berkunjung ke Aalter (dengan selamat dan tidak kesasar tentunya).

Setelah melewati ladang jagung, kami masuk kembali ke jalan raya dan berbelok ke arah perumahan. Rumah-rumah di Aalter ini sangat berbeda dengan yang biasa saya lihat di Ghent. Mayoritas hanya terdiri dari satu lantai dengan taman, garasi dan sekitar 3 kamar tidur. Rumah pak Eddy dan bu Frieda kecil tapi sangat nyaman. Semua perabotan, taplak meja, sarung bantal dan banyak lagi barang-barang yang merupakan produk IKEA (produsen perlengkapan rumah tangga asal Swedia). Wow! Selain produk IKEA, hal yang khas lainnya adalah souvenir-souvenir dari berbagai belahan bumi ada di sana. Ada keramik porselen dari China, gantungan gajah dari Thailand, patung monyet dari Spanyol, lukisan dari danau toba dan banyak lagi. Mereka berdua memang senang berjalan-jalan. Awal tahun 2010 ini mereka ke Malaysia dan berjemur di suhu 40oC hingga kulit pak Eddy menghitam dan temannya menjulukinya Eddy Murphy.
                                             pak Eddy dan bu Frieda di ruang tamunya
                                                    
Pak Eddy dan bu Frieda telah menjelajah Eropa dengan mobil Volkswagen milik mereka. Negara yang belum mereka kunjungi adalah Irlandia, dan negara yang sangat mereka sukai adalah Swedia (mungkin IKEA tadi berkaitan juga dengan hal ini). Swedia adalah tempat yang nyaman, dan disana pula pak Eddy pernah bekerja sebagai journalist. Bulan September ini mereka berdua berencana berjalan-jalan ke Spanyol, menempuh jarak sekitar 2000 km selama 22 jam. Pak eddy menerangkan, bahwa semua warga di Eropa bisa berjalan-jalan dari satu  negara ke negara lain dengan bebas, tanpa pengecekan apapun di perbatasan. Hal ini mengingatkan saya pada pernyattaan Erik (guru bahasa Belanda di kampus) bahwa para pemerintah setiap negara sedang merintis pembentukan sebuah negara kesatuan Eropa (kurang lebih seperti itu).

                                minum teh di restauran china, de lange muur (de long wall)

                                                        di the Beguinage, Brugge

(bersambung ke Brugge)

2 komentar:

Nayarini said...

masih ada ya orang yg jujur tulus dan baik hati mau berkawan meskipun hanya ketemu di jalan :-) langsung jadi seperti saudara...salam ya buat mereka berdua...

shanti dwita said...

iya mbak rini, beruntung banget ketemu mereka.. nanti saya kirim salam kalau ketemu meraka lagi :P

Post a Comment