Wednesday, November 16, 2011 By: shanti dwita

Tiba di Mechelen

Hari ini akhir minggu kedelapan saya berada di Mechelen, kota di Provinsi Antwerp yang membentang strategis diantara 3 kota besar, Antwerpen, Brussels serta Leuven, dengan jarak tempuh masing-masing sekitar 20 kilometer saja (salah satu sebab setiap weekend saya sering main ke Brussels J). 

Masih lekat dalam ingatan, hari pertama saya menginjakkan kaki disini. Membawa satu koper besar berisi pakaian, laptop dan survival stuffs untuk hidup di Mechelen at least selama seminggu pertama. Kereta IR jurusan Kortrijk-Mechelen yang saya naiki dari Gent saat itu berhenti di platform 1. Dengan susah payah saya menurunkan koper berat dari kereta, lalu melongok kesekeliling berharap menemukan lift atau paling tidak tangga berjalan. Hyaa..seperti angan-angan semu karena stasiun Mechelen tidak lebih besar dari St. Pieters, mungkin hanya sekaliber Gent Dampoort. Apa boleh buat, saya pun dengan Bismillah mulai menuruni 40an anak tangga sambil membawa koper, prinsip saya saat itu benar-benar alon-alon asal kelakon, dengan misi sederhana, sampai di lantai bawah dengan koper mulus tanpa cela.

Tiba di lantai dasar, saya buka lagi arah2an menuju ke Varkenstraat 6 tempat saya akan tinggal, yang saya dapat dari NMBS web. Tertulis “naik bis nomer 5 jurusan Tivoli turun di Biest”. Ah, see! Kind of easy. Setelah tanya sana sini, ketemu juga platform 2 tempat pemberhentian Delijn bus service. Dari kejauhan, bis nomor 5 tampak, saya bersiap untuk menyetop, dengan sedikit berlari. Tapi entah mengapa bis situ tak berhenti tepat di tempat saya menunggu. Ahh… ini pasti karena satu bis “geen dienst –no service” yang seenaknya ngetem tepat di bus stop, sementara supirnya sedang asyik bercengkrama dengan perempuan berambut coklat tua, aihhhhhh… “come on… move move!!” gerutu saya dalam hati. Mood saya memang sedang jelek karena kelelahan mengangkat koper ditambah perkiraan cuaca yang bilang kalau ada peluang hujan di Mechelen siang itu. Saya lihat langit yang memang tampak mendung, saya hanya bisa berdoa agar hujan tidak turun saat saya masih struggling mencari alamat.

Setelah sabar menanti 15 menit untuk bis berikutnya, saya pun berada di bis nomer 5, duduk dengan tenangnya sembari membaca nama2 halte yang saya lewati, bersiap pencet bel begitu melihat kata “mechelen biest”. Impresi pertama saya saat melihat Mechelen dari jendela bus adalah 80% mirip dengan Gent. City hall, tower dan katherdalnya benar2 persis sama, hanya kurang kanal, graslei dan korenlei plus sungai Lys yang mengalir diantara keduanya. Shopping street di Mechelen juga lebih panjang dan jejeran toko dengan brand yang lebih beragam, membuat saya langsung membayangkan puasnya berburu barang murah di winter sale Januari nanti. Terlalu lama berangan, saya terlambat menyadari kalau bus yang saya naiki sedang berhenti di Biest sekarang. Namun terlambat, mesin bis kembali menderu, memberi saya keputusan bahwa saya harus berhenti di bus stop berikutnya.  

Dengan hanya berbekal bahasa Inggris, saya bertanya ke beberapa orang tentang Varkensstraat 6. Beberapa menjelaskan, tapi dengan bahasa Belanda.  Intinya, saya harus balik kea rah city center. Dewi keberuntungan datang melalui 2 perempuan berumur, yang meskipun dengan bahasa Inggris terbatas, mengajak saya naik ke atas bis nomor 5, kembali ke Mechelen station, karena bus nomer 5 dari Tivoli Park menuju Mechelen station tidak melewati city center—tempat dimana saya seharusnya turun. Si nenek bilang, alamat yang saya cari dekat dengan Gemeente, di dekat tower Belfry. Nampaknya raut wajah saya yang bingung masih terlihat meskipun saya sudah bilang,” sure I believe I’ll find it, thank you very much“ sambil tersenyum.

Satu dari dua wanita berumur tadi turun di halte kedua dari bus stop tempat kami sama-sama naik tadi. Mereka berpisah di halte itu, si nenek bilang pada temannya bahwa ia akan mengantar saya dulu mencari alamat, baru kemudian akan menyusulnya setelah selesai mengantar saya.  “Don’t worry, I will go with you” kata nenek itu pada saya. Alhamdulillah, kembali bertemu orang baik di negri yang serba asing ini. Di perjalanan napak tilas saya, dengan rute yang sama menyusuri Brull –main street di Mechelen city center-, saya mengobrol dengan nenek baik hati yang menyebutkan namanya Clamentine, tapi biasa dipanggil Tienneke itu. Ah iya, setelah 8 minggu sejak pertemuan, nama Tienneke masih melekat erat di memori saya, meski saya tak bisa mengingat raut wajahnya dengan jelas. Usia oma Tien sudah 70 tahun  namun masih gesit beraktivitas bersama manula2 lainnya. Salah satu aktivitasnya, tentu seperti yang sedang beliau lakukan, menolong anak muda kesasar seperti saya, hehe.

Beberapa meter setelah melampaui City Hall di Grotemarkt, oma Tienneke menunjukkan, itu dia Varkensstraat! Oma bilang, apa yang tertulis di Delijn maps salah, karena seharusnya saya berhenti di Veemarkt, instead of Biest. Dari Veemarkt, tulisan Varkensstraat di plat berwarna biru yang menempel di dinding apartment abu-abu nampak jelas terbaca. Saya pun yakin saya tidak salah alamat. Saat mengucapkan selamat tinggal ke oma tienneke, saya memeluknya erat di dalam bus, sebagai ungkapan terimakasih yang begitu besar. Alhamdulillah!

0 komentar:

Post a Comment